Minggu, 27 Februari 2011

Peran dan Campur Tangan Pemerintah Dalam Perekonomian dan Pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peran pemerintah dalam pembangunan telah menjadi objek pembahasan yang menarik sejak lama. Aliran Klasik, yang menganut kebebasan pasar menganggap campur tangan pemerintah sebagai sesuatu yang menghambat dan mengganggu bekerjanya kekuatan-kekuatan objektif dari pasar yang disebut sebagai mekanisme pasar. Penerusnya para penganut aliran neoklasik bahkan menuduh bahwa campur tangan pemerintah dapat menghambat kebebasan individu (individual freedom) yang merupakan fondasi dari sistem demokrasi. Campur tangan pemerintah dalam arti berfungsinya birokrasi melahirkan regulasi, proteksi dan
subsidi import yang merugikan para konsumen. Tiga hal yang terakhir ini dianggap kelompok neoklasik sebagai perilaku tidak baik yang harus dihindarkan. Berbeda dengan kaum klasik dan neoklasik itu adalah pandangan yang melihat peran pemerintah sebagai suatu keniscayaan. Tanpa campur tangan pemerintah, akan terjadi persaingan bebas yang merugikan kelompok ekonomi lemah. Akibatnya, yang terjadi bukan kebebasan pasar tetapi restriksi pasar dalam bentuk monopoli yang dikuasai golongan ekonomi kuat. J. M. Keynes yang dipandang sebagai salah seorang tokoh terkemuka ekonomi pada bagian awal abad ke 20 justru menganggap kebebasan pasar, tanpa ada campur tangan pemerintah, tidak akan mampu melakukan alokasi sumberdaya dan outputs secara optimal (full mployment of outputs). Karena itu Keynes memandang perlu adanya peran pemerintah, antara lain dalam bentuk kebijakan anggaran untuk mengatasi pengangguran yang sekaligus
juga meningkatkan daya beli dan mendorong adanya kegiatan bisnis. Sejalan Keynes, Pigou juga melihat bahwa kebebasan pasar yang berdasarkan pada maximum keuntungan individu tidak mampu menciptakan alokasi sumberdaya yang optimal bagi kepentingan umum. Bagaimana dampak dari campur tangan
pemerintah dalam pembangunan terhadap organisasi dan efektivitas pembangunan akan dibahas selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Munculnya Peran Pemerintah: Tinjauan historis
Selama Perang Dunia II, pemerintah tiap negara terlibat langsung untuk mengambil peranan penting dalam pengendalian seluruh kekuatan nasional. Pemerintahlah yang mengendalikan perang dan pemerintahlah yang bertanggung jawab atas segala kegiatan sosial dan ekonomi. Peran ini berlanjut sampai setelah PD-II usai. Mudah dimengerti, karena perang telah merusakkan berbagai sarana dan sendi-sendi kehidupan, rakyat menjadi tidak berkemampuan lagi, ada kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan rehabilitasi. Tak seorangpun lebih bertanggung jawab untuk melakukan rehabilitasi itu selain pemerintah. Rehabilitasi ini
membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Akibatnya, banyak negara yang mengalami kehancuran besar tidak mampu membangun dirinya sendiri. Untuk membantu mereka, dunia internasional, terutama negara-negara kaya pemenang perang pada waktu itu sepakat untuk melakukan bermacam-macamprogram rehabilitasi, antara lain melalui Marshall Plan yang diseponsori oleh Amerika Serikat. Pengelolaan bantuan tersebut melibatkan pemerintah masingmasing negara yang dibantu. Diantara negara-negara yang amat parah akibat
Perang Dunia II adalah negara-negara yang kalah seperti Jepang dan Jerman, serta negara dan wilayah lain yang diduduki selama peperangan berlangsung seperti Indonesia, Korea dan lain-lain. Beriringan sesudah selesainya PD-II, negara-negara jajahan memperoleh kesempatan untuk merdeka. Mula-mula Indonesia pada tahun 1945, berikut sesudah itu India dan negara-negara baru lain. Meskipun negara-negara jajahan
itu sama memperoleh kemerdekaan, namun tidak semua negara mencapai kemerdekaannya itu melalui jalan yang sama. Ada negara yang dipersiapkan untuk kemudian diberikan kemerdekaan oleh para penjajah, ada negara yang mencapai kemerdekannya melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi yang ulet.
Negara-negara yang mendapatkan kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata itu ntara lain adalah Indonesia, Aljazair dan Vienam. Bagi negara-negara ini, perjuangan lebih lanjut untuk menyembuhkan akibat dari PD-II dan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan itu memerlukan waktu yang cukup
panjang dan berat. Perjuangan itu, semua harus dilakukan oleh pemerintah, tidak mungkin dilakukan swasta melalui pasar bebas. Di negara-negara berkembang yang mendapat kemerdekaan sesudah PD-II
pada umumnya, peran pemerintah menjadi sangat penting karena beberapa hal:

1. Untuk meyakinkan rakyat akan keperluan pembangunan dan membantu serta mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan itu. Tidak semua negara dengan mudah dapat melakukannya. Bagi negara-negara yang masyarakatnya pluralistis seperti Indonesia, pembangunan menghadapi banyak kesulitan. Corak wilayah, keadaan penduduk dan tingkat pembangunan yang berbeda antar daerah menuntut adanya pendekatan dan strategi yang tidak sama. Kelemahan pendekatan sejak awal ini telah menimbulkan banyak masalah yang
berlarut-larut selama masa yang panjang. Pada beberapa negara masalah pembangunan antar daerah ini begitu
mendalam dan berlarut sehingga ada daerah yang melakukan pemisahan diri dan menyatakan kemerdekaannya sendiri, seperti Bangladesh dari Pakistan, Eretria dari Ethiopia dan Kosovo dari Serbia. Proses pemisahan yang demikian biasanya dipercepat oleh cara penanganan dengan kekerasan senjata sehingga meruntuhkan
rasa persatuan dan menimbulkan rasa dendam yang sulit dijembatani. Tambahan lagi jika dalam keadaan demikian terkait kepentingan negara lain yang ikut membidaninya.

2. Proses pengambilalihan hak milik dan kegiatan (nasionalisasi) dari berbagai lembaga ekonomi yang ditinggalkan penjajah. Bagi negara-negara yang merdeka melalui perjuangan bersenjata, pengambilalihan ini umumnya dilakukan secara darurat. Sebagian dari bisnis yang ditinggalkan itu, biasanya ditangani oleh
kalangan militer yang pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam bisnis. Lebih-lebih karena cara pengambilalihan itu dilakukan secara sepihak dan mendadak, tidak ada informasi tentang kegiatan bisnis yang berlangsung sebelumnya.

3. Keperluan untuk melakukan koordinasi dan komplementaritas antar berbagai industri dan bisnis. Sebagian diantara bisnis yang ditinggalkan tadi bergerak di bidang pertambangan, sebagian yang lain dalam bidang pertanian dan perkebunan, yang lain lagi di bidang perdagangan. Masing-masing industri ini tunduk di bawah Departemen Teknis yang terkait, tanpa ada koordinasi satu sama lain. Di Indonesia, kegiatan-kegiatan tersebut umumnya berorintasi pada ekspor bahan mentah ke negara-negara maju. Orintasi ini susah dilepaskan sampai sekarang. Lebih-lebih setelah methos anti substitusi import dan pentingnya comperative advantages dikampanyekan oleh negara-negara industri maju. Sebagai akibat dari kelemahan ”koordinasi” dari Departemen Teknis yang terkait, koordinasi ini lebih cenderung dirasakan sebagai ”pemerasan” ketimbang sebagai pembinaan, maka pemerintah pada akhirnya membentuk sebuah Kementerian BUMN sebagai koordinator termasuk koordinasi bidang keuangan yang dahulu dilakukan oleh Departemen Keuangan.

4. Adanya kecenderungan untuk melakukan pembangunan berencana secara terpusat seperti yang dilakukan Uni Sovyet. Munculnya Sovyet Rusia dalam PD-II yang mampu berperan sejajar dengan negara-negara yang telah lebih lama memulai pembangunannya, seperti Amerika dan negara-negara industri maju
lainnya di Eropah, dari keadaan semula sebagai negara pertanian, mendorong negara-negara yang baru merdeka untuk mencontoh sistem perencanaan terpusat seperti yang dilakukan Sovyet Rusia itu. Yakni perencanaan yang tersentralisir dimana peran pemerintah pusat menjadi sangat menentukan.
Melalui sistem perencanaan terpusat itu, negara-negara baru berkembang membangun infra-struktur, pendidikan dan institusi yang dibutuhkan. Perencanaan menjadi penting karena pembangunan itu dibiayai dengan dana yang terbatas yang diperoleh sebagian besar melalui pinjaman dari negara-negara maju
dan lembaga-lembaga internasional. Dengan sistem perencanaan terpusat diharapkan penggunaan dana tersebut menjadi lebih efisien dan terarah sesuai dengan prioritas yang ditetapkan. Melalui perencanaan juga memungkinkan untuk melakukan sinkronisasi yang komplementer diantara berbagai program pembangunan dari berbagai sektor dan daerah.

B. Kritik Terhadap Campur Tangan Pemerintah
Sejak tahun 1960-an peran pemerintah dalam pembangunan mulai mendapat kritik. Kritik itu terutama datang dari kalangan penganut neoliberalisme, yang antara lain diseponsori oleh IMF. Serangan terhadap campur tangan pemerintah terjadi mula-mula dimulai dengan kritik terhadap teori Keynes, meskipun dia
dikenal mampu mengatasi depresi besar di dunia yang terjadi pada periode pertengahan bagian pertama abad ke-20, yang sekaligus dianggap melandasi Era Keemasan (Golden Age) dinegara-negara maju. Era itu adalah era gemilang selama 25 tahun sesudah PD-II, dimana hampir semua negara mengalami kemajuan, terutama dinegara-negara maju. Setelah masa gemilang selama 25 tahun, Amerika Serikat dan Eropah mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan ekonominya. Karena itu timbul anggapan bahwa campur tangan pemerintah dapat menghambat kebebasan individu untuk berinisiatif. Kritik itu merambat juga terhadap Teori Keynes yang melandasi intervensi pemerintah yang dianggap mempunyai kelemahan dalam proses pengambilan kebijakan, dimana kompromi politik lebih menjadi landasan (Ha-Joon Chang, 2003). Kritik terhadap
campur tangan pemerintah juga berhubungan dengan pelecehan terhadap birokrasi yang dipandang tidak efisien, pemborosan sumberdaya dan paternalistik. Sejak saat itu muncul aliran neoliberalisme yang secara terang-terangan melalui Washington Consensus mendorong negara-negara sedang berkembang untuk
mengikuti Konsensus tersebut yang antara lain berisi:

1. liberalisasi perdagangan melalui upaya penghapusan restriksi secara kuantitatif (hambatan perdagangan, seperti pengenaan tariff, kuota dan laranganlarangan lainnya)

2. kesamaan perlakuan antara investasi asing dan investasi domestik sebagai insentif untuk menarik sebanyak mungkin investasi langsung

3. privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan penjualan saham ke sektor swasta.

4. pasar harus lebih kompetitif melalui serangkaian kebijakan deregulasi dan menghilangkan hambatan atau restriksi bagi para pelaku ekonomi baru

5. harus ada perlindungan terhadap property right, baik disektor formal maupun sektor informal. Sementara itu IMF sebagai lembaga internasional mendorong negara-negara berkembang untuk memelihara situasi makroekonomi tanpa inflasi tanpa melihat dampak yang dapat timbul terhadap kondisi ekonomi negara berkembang tersebut. Beberapa negara yang mengikuti ”perintah” IMF seperti Argentina yang
kondisi makro ekonominya dinilai IMF cukup baik, ternyata mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Padahal Negara sedang berkembang boleh jadi dapat bertahan terhadap inflasi pada tingkat yang rendah dengan membatasi pengeluaran. Inflasi memang merugikan golongan berpendapatan tetap, tetapi
sampai batas tertentu masih tetap dapat mendorong meningkatnya kesempatan kerja.

C. Peran Institusi dalam Pembanguna
Untuk melihat peran institusi, persoalan pertama yang perlu dijawab adalah, apa peran pemerintah yang sebaiknya dilakukan? Untuk menjawab pertanyaanini, terlebih dahulu harus dilihat secara sepintas beberapa aliran pemikiran yang ada dilapangan pada waktu sekarang. Pertama, kelompok neoliberal yang
menganggap campur tangan pemerintah atau regulasi sebagai sesuatu yang menghambat kebebasan idividu. Karena itu sikap pemerintah yang paling baik adalah berdiam diri. Pemerintah yang paling baik adalah pemerintah yang paling sedikit campur tangan dalam urusan ekonomi atau pembangunan ( the best government is the least government). Kedua, kelompok welfare econnomics yang disebut juga sebagai market failure approach. Kelompok ini melihat pentingnya campur tangan pemerintah dalam pengadaan dan distribusi barang-barang tertentu secara efisien tanpa melalui pasar. Barang-barang itu antara lain adalah
public goods dan proyek-proyek pionir. Pada public goods terdapat ketidak mampuan pasar dalam pengaturan pengadaan dan distrubusinya. Karena itu, tidak dapat diserahkan kepada pihak
swasta. Ada dua ciri pokok dari barang-barang ini yang menyebabkan kesulitan pengaturan melalui pasar. Pertama, sulit dibedakan antara yang membayar dengan yang tidak membayar, baik dalam pengadaan maupun dalam distribusi (non-exclusiveness). Semua orang tanpa membayar dapat menggunakan barang
atau memanfaatkan pelayanan itu secara bebas (free riders). Kedua, pemakaiannya dilakukan secara bersama, bukan bersifat sendiri-sendiri. Contoh dari pablic goods ini adalah keamanan nasional, lampu jalan raya dan sebagainya. Demikian juga dengan proyek-proyek pionir. Pengadaan dan pengelolaannya tidak mungkin diadakan berdasarkan perhitungan pasar. Proyek-proyek ini boleh jadi tidak ekonomis jika dilihat dalam jangka waktu pendek, tetapi ekonomis dinilai dalam jangka panjang. Termasuk dalam proyek-proyek pionir ini antara lain adalah jalan-jalan terobosan didaerah tertinggal, pembukaan lahan atau proyek percontohan, dan sarana lain yang diperlukan dalam pembukaan daerah baru. Di negara-negara berkembang terdapat banyak sarana-sarana baru yang perlu diadakan, yang secara financial tidak menguntungkan dilihat dari waktu
pengembalian investasi. Proyek-proyek tersebut berorintasi kemasa depan, yang manfaatnya sangat erat terkait dengan proyek-proyek lain sebagai lanjutannya, yakni proyek-proyek untuk memanfaatkan proyek pionir itu. Baik yang diadakan oleh pemerintah ataupun yang timbul dari masyarakat sebagai akibat dari keberadaan proyek pionir. Kalau proyek pionir itu berupa sebuah jalan raya terobosan, maka proyek pemanfaatannya adalah jalan-jalan penghubung kesentrasentra produksi dan pembangunan pasar-pasar terdekat. Melihat pentingnya sarana pelayanan umum berupa barang-barang publik dan
proyek-proyek terobosan di negara-negara berkembang dimana pihak swasta dan pasar belum berfungsi, jelaslah bahwa peran langsung pemerintah dalam pembangunan disana cukup penting. Aliran ketiga adalah aliran kelembagaan atau aliran institutionalism. Pertanyaan yang berkaitan dengan pandangan atau aliran ini adalah, bagaimana pemerintah itu berfungsi? Pemerintah dalam melakukan kegiatannya dapat bertindak secara
langsung atau boleh jadi secara tidak langsung, melalui kemitraan dengan pihak lain. Baik dengan pihak swasta dalam negeri, swasta luar negeri ataupun dengan pemerintah negara lain. Semua tindakan pemerintah ini harus dilakukan dengan menggunakan lembaga dan prosedur tertentu. Baik lembaga permanen yang
sudah ada ataupun dengan membentuk lembaga sementara. Di Indonesia lembaga sementara ini sering disebut sebagai lembaga ad hoc. Lembaga ad hoc tersebut ada yang berfungsi hanya untuk satu kali saja, untuk
kemudian segera dibubarkan begitu proyek tersebut selesai dikerjakan. Lembaga seperti ini antara lain berbentuk panitia. Ada pula lembaga ad hoc dalam arti khusus, yang dibentuk khusus untuk menangani suatu fungsi teretentu. Pekerjaannya boleh jadi berlangsung selama beberapa waktu dan mengerjakan
lebih dari satu atau serangkaian proyek. Lembaga ini di Indonesia disebut Komisi. Sebagai lembaga tidak permanen, komisi ini akan berakhir pada suatu waktu tertentu. Fungsinya dialihkan kepad lembaga permanen yang terkait dengan fungsi yang bersangkutan. Contoh dari lembaga ad hoc yang demikian adalah BRR
(Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) akibat tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sebuah lembaga yang dibentuk untuk secara khusus berfungsi menangani korupsi yang terjadi di Indonesia. Lembaga khusus-lembaga khusus sementara ini dibentuk karena dirasakan
bahwa lembaga permanen yang ada tidak mampu melakukan tugas khusus yang mungkin sangat besar. Membebani tugas khusus yang sangat besar kepada lembaga permanen dipandang dapat mengganggu penyelenggaraan tugas keseharian yang melekat dengan tugas pokok dan fungsi lembaga itu. Namun
yang perlu diingat, bahwa lembaga ad hoc itu pada suatu waktu akan berakhir. Persoalannya, apakah kebijakan menangani persoalan khusus itu akan berakhir (policy termination) atau harus berlanjut (continues)? Kalau harus berlanjut, apakah lembaga ad hoc yang ada harus dimasukkan dalam lembaga permanen atau harus diubah menjadi lembaga permanen baru? Kalau diubah menjadi lembaga permanen, ini berarti pembentukan lembaga baru, yang dengan sendirinya menuntut penyesuaian dan penataan kembali seluruh institusi yang ada dalan bidang yang bersangkutan. Dalam pendekatan institusional dikenal rangkaian yang erat antara tujuan, strategi, dan struktur. Artinya, bahwa pemerintah terlebih dahulu menetapkan tujuan jangka panjang yang harus dicapai. Untuk mencapainya ditentukan atau dipilih salah satu strategi dari sejumlah kemungkinan (alternatif) strategi. Pilihan ini tentu saja dengan mempertimbangkan prinsip dan philosophi serta perubahan lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Strategi tersebut selanjutnya
dilaksanakan melalui lembaga atau struktur tertentu. Pengertian tentang kesesuaian organisasi dengan strategi ini diterangkan oleh Chandler tentang organisasi yang centralistis dan organisasi yang desentralistis. Bentuk organisasi tersebut tergantung pada lingkungan dan kinerja yang ingin dicapai. Sehubungan dengan desentralisasi dan kinerja organisasi dalam pembangunan diuraikan dalam tulisan lain dari penulis. Bentuk pemerintahan di Indonesia yang bervariasi antara desentralisasi dan centralisasi dalam kurun waktu yang berlainan bergerak seperti pendulum, sekali ke kiri kearah centralisasi, lain kali kekanan kearah lebih desentralistik. Peralihan setiap waktu itu memberi pengaruh pada performance atau kinerja dalam
pembangunan. Desentralisasi cenderung lebih menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hasilnya relatif lebih diarahkan pada pemenuhan aspirasi rakyat. Sementara centralisasi lebih mengarah pada penyeragaman dibawah kendali pemerintah pusat. Dalam masyarakat yang
majemuk (pluralistis), bentuk sentralisasi tentu saja tidak menggambarkan kenyataan yang ada sehingga berpotensi timbulnya ketidak puasan masyarakat. Bahkan dalam prosess penyelenggaraan pemerintahan cenderung menimbulkan gejolak pemberontakan daerah yang mengarah pada disintegrasi bangsa..
Lingkungan dapat dibedakan atas lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Masing-masing lingkungan dapat dianalisis dengan cara yang berbeda. Analisis lingkungan internal dapat dilakukan dengan menggunakan Value Chain Model dari Porter, dengan membagi kegiatan internal atas tugas-tugas pokok dan
tugas-tugas pendukung. Analisis ini memberikan kita informsi tentang kekuatan dan kelemahan organisasi. Tugas pemerintah selanjutnya adalah, bagaimana memperbaiki kelemahan menjadi kekuatan dan meningkatkan kekuatan yang ada menjadi lebih baik untuk mampu menangani berbagai tugas dan kegiatan yang
makin berkembang. Sedangkan analisis lingkungan eksternal menghadapkan kita pada dua jenis
sub-lingkungan eksternal. Yaitu lingkungan eksternal umum dan lingkungan tantangan langsung, yang dalam istilah bisnis disebut sebagai lingkungan persaingan (competitive environment). Analisis ini memberikan kitan informasi tentang peluang dan tantangan yang akan kita hadapi untuk dapat mencapai tujuan diperlukan strategi yang selanjutnya membutuhkan organisasi atau struktur sebagai kendaraann. Struktur ini harus
cocok atau sesuai dengan strategi yang dipilih. Bentuk organisasi juga dapat dijelaskan dalam hubungan dengan perubahan keadaan lingkungan (contingency theories of organizations). Menurut teori ini, tidak ada satu bentuk organisasi yang paling baik dibandingkan dengan bentuk yang lain. Semuanya sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Namun, diakui adanya kecenderungan pada organisasi yang makin rendah terdapat pengaruh
yang lebih besar dari lingkungan. Menurut pandangan ini, efektifitas suatu organisasi ditentukan oleh kemampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang bersifat dinamis. Ini tidak berarti bahwa organisasi harus berubah setiap waktu, tetapi organisasi itu bersifat fleksibel atau lues (G.G. Dess &
A. Miller, 1993). Bentuk organisasi juga dipengaruhi oleh tantangan khusus atau persaingan yang dihadapi. Dalam hal ini organisasi yang baik selalu mempunyai visi, misi dan filosofi yang jelas. Dengan visi dimaksudkan bahwa sebuah organisasi mempunyai arah masa depan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam bentuknya,
visi lebih menggambarkan wujud masa depan yang ingin dibentuk dalam jangka panjang, tapi dalam kurun waktu yang tidak terlalu lamberkaitana. Dalam hal ini visi lebih merupakan refleksi dari nilai dan keyakinan yang dianut. Sedangkan bentuk misi menggambarkan tugas pokok atau fungsi asasi dari organisasi. Petani
mempunyai misi bertani, PNS mempunyai misi bekerja melakukan tugas-tugas pelayanan yang berkaitan fungsi pemerintah dan sebagainya. Sementara filosofi merupakan keyakinan atau nilai utama yang selalu dipegang teguh organisasi, yang sekaligus membedakannya dengan organisasi lain.

D. Berlomba dalam Pembangunan
Pada hakekatnya semua pemerintah/negara dalam proses pembangunan berlomba satu sama lain. Mereka berlomba antar pemerintahan dalam satu negara dan berlomba dengan pemerintah dari negara lain (R.H.K.Vietor, 2007). Perlombaan antar pemerintah dalam satu negara terjadi dalam bentuk perlombaan
untuk berbuat lebih baik daripada pemerintah sebelumnya. Mana yang lebih baik tergantung pada rakyat negara tersebut. Karena itu terdapat penilaian umum yang bersifat perbandingan antar kinerja dari sejumlah pimpinan pemerintahan dalam satu periode yang panjang. Contoh dari keadaan ini dapat dilihat pada
pertanyaan-pertanyaan, misalnya, siapa diantara Gubernur DKI Jakarta yang paling baik pasca Orde Lama sampai sekarang? Siapa diantara Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang paling berhasil pasca Peristiwa DII TII di Aceh? Sementara perlombaan antar negara biasanya dilakukan dalam perbandingan
percepatan pembangunan antar negara selama periode tertentu dan keberhasilannya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya atau keberhasilan dalam menghadapi permasalahan yang hampir serupa, seperti krisis moneter yang menimpa sebagian wilayah Asia. Juga dapat dilihat pada motif apa yang melatar belakangi masing-masing kebijakan? Contoh dari keadaan ini, seperti dituliskan oleh Dr. Syamsul Hadi adalah perbandingan latar belakang yang berbeda dan strategi pembangunan yang dipilih masing-masing Kepala Pemerintahan dalam menghadapi krisis ekonomi antara Mahathir Muhammad di Malaysia dan Suharto
di Indonesia. Latar belakang permasalahan yang dihadapi Mahathir adalah perbedaan posisi dan kekuatan ekonomi antara kelompok Melayu sebagai bumi putera dengan kelompok minoritas China yang menimbulkan kepekaan sosial sehingga berakibat pada timbulnya konflik dalam negeri. Bertolak dari trauma yang dihadapi
negaranya ini, Mahathir menempuh strategi affirmatif dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dikalangan bumi putera menjadi relatif kurang timpang. Penguasaan asset ekonomi kalangan bumi putera yang pada tahun 1969 hanya 1,5 % diupayakan menjadi 30 % dalam waktu 20 tahun.
Dengan kekuatan ekonomi dalam negeri yang kuat itu, Mahathir merasa mampu menghadapi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. karena itu tidak mau menggantungkan diri pada tawaran IMF. Sementara Suharto, pada tahun 1965 mewarisi krisis ekonomi yang amat parah dari rezim Orde Lama. Inflasi
mencapai puncaknya pada tingkat 650 % pada tahun 1965. Sebagai akibat dari tindakan Nasionalisasi terhadap modal asing yang dilakukan Sukarno, semua modal asing lari dari Indonesia. Karena itu, strtategi yangr diambil dalam menghadapi krisis tersebut adalah mengundang sebanyak-banyaknya modal asing
dengan memberikan berbagai fasilitas dan keistimewaan. Akibatnya, ekonomi Indonesia menjadi tergantung pada utang dan modal asing. Dengan sistem ekonomi yang terbuka keadaan ini menjadi sangat rentan terhadap perubahan ekonomi di luar negeri. Ketika krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, Indonesia
berpaling pada nasehat IMF dengan harapan dapat memperoleh bantuan hutang dan kepercayaan investor asing. Suatu kebijakan yang sangat fatal dan menyebabkan ekonomi Indonesia tidak mampu keluar dari krisis itu sampai bertahun-tahun kemudian dan mengakibatkan tumbangnya kekuasaan Suharto.
Dilihat dari perspektif perlombaan itu, Indonesia keteteran karena bergantung pada hutang dan bantuan asing, sementara Malaysia tangguh dan mampu melaju dengan bertopang atas kekuatan ekonomi dalam negeri yang telah dibina selama bertahun-tahun. Perlombaan antar pemerintah sesungguhnya lebih merupakan upaya untuk
meningkatkan kesejahetraan rakyatnya dengan meningkatkan pendapatan dan penurunan tingkat pengangguraan serta pengendalian inflasi. Karena itu, kekuatan ekonomi dalam negeri merupakan salah satu prasyarat. Tanpa kekuatan ekonomi dalam negeri tidak mungkin suatu negara dapat bertahan dalam
persaingan di luar negeri. Daya beli dalam negeri yang tinggi menjadi kekuatan cadangan yang amat berharga dalam persaingan di luar negeri. Dengan demikian, pemasaran dalam negeri menjadi andalan untuk mengembalikan harga pokok, dan pasar luar negeri sekedar menjadi tempat untuk memperoleh keuntungan. Daya beli dalam negeri yang kuat memperkuat daya tahan terhadap fluktuasi harga dan krisis harga dipasaran internasional. Lemahnya daya beli dalam negeri mempertajam kepekaan terhadap fluktuasi dan krisis harga di luar negeri. Keadaan yang terakhir ini merupakan kondisi yang selalu dialami Indonesia selama masa yang
panjang. Kebijakan ekonomi yang lebih mengandalkan pada pasar luar negeri cenderung mengabaikan – jika tidak disebutkan memperlemah – daya beli dalam negeri. Disilah letak sumber kelemahan dari berbagai kebijakan pembangunan. Pembangunan harus ditujukan pada peningkatan kemampuan dalam negeri untuk
berproduksi, menyerap tenaga kerja dan membeli barang-barang yang dihasilkan sendiri. Karena itu pembangunan ekonomi tidak terlepas dari upaya mempertebal nasionalisme dan penghargaan terhadap hasil karya bangsa sendiri. Dapat dipahami, bahwa dalam persaingan internasional, faktor image pembeli
merupakan faktor penting disamping mutu barang itu sendiri. Dewasa ini sangat dirasakan, bahwa dikalangan masyarakat Indonesia terdapat image negatif terhadap barang-barang produksi dalam negeri sendiri. Image ini tidak saja dapat mendorong menurunnya permintaan dari konsumen, tetapi juga dapat berkembang pada dorongan pemerintah untuk memilih alternatif kebijakan yang lebih memberi fasilitas pada barang-barang import, dengan alasan untuk melindungi konsumen, ketimbang memanjakan produsen. Bersahutan dengan itu
juga terjadi penurunan kepercayaan diri pada produsen dalam negeri. Hal ini dapat dilihat pada produsen-produsen sepatu di daerah Cibaduyut, Bandung. Meskipun mutu produksinya cukup baik, tetapi mereka tidak berani tampil dengan merk sendiri, takut kalau itu dapat menurunkan selera konsumen untuk membeli. Ini semua berkaitan dengan nasionalisme, Ketidakpercayaan diri ini sudah merupakan sebuah masalah nasional di kalangan masyarakat Indonesia. Merasuk dalam hampir semua sudut kehidupan. Bahkan juga di kalangan para cendekiawan. Cendekiawan Indonesia lebih cenderung merujuk sesuatu pendapat dengan menyandarkannya pada kutipan atau pendapat orang-orang Barat, ketimbang merujuk pada pemikiran bangsa sendiri, meskipun dalam bidang-bidang tertentu pemikiran bangsa sendiri sesungguhnya lebih cemerlang dan orisinil. Karena itu, mental kalah yang demikian perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki, terutama oleh kalangan para pendidik dan penguasa.


BAB IV
CONTOH KASUS

Pengalaman Pembangunan di Beberapa Negara Asia Timur
Peran aktif dari pemerintah dalam pembangunan terbukti sangat berhasil, ditunjukkan oleh pengalaman dari beberapa negara di Asia Timur. Mereka melaksanakan pembangunan dengan kecepatan luar biasa. Dilakukan dengan kerjasama yang erat antara pihak swasta dan pemerintah, terjalinan dengan baik antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. Peran pemerintah tidak hanya mengendalikan dari belakang melalui kerja pasar, tetapi juga terlibat secara aktif dalam jalinan yang sangat harmonis. Visi dan misi pemerintah menyatu dengan
visi dan misi lembaga swasta dalam membangun bangsanya. Birokrasi pemerintah bertindak sebagai pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan secara bersama pada bidangnya masing-masing dan mengendalikan serta mengawasinya. Tiga diantara beberapa negara Asia Timur yang sangat maju dan melaju dengan cepat sekali adalah: Jepang, Singpore dan Korea Selatan. Pengalaman mereka patut menjadi contoh bagi negera-negara berkembang yang ingin maju, baik yang ada dikawasan Asia maupun diwilayah-wilayah lain.

1. Jepang.
Jepang adalah negara Asia pertama muncul menjadi negara maju yang modern. Kemajuannya telah mengilhami perjuangan banyak bangsa-bangsa Asia, yang sekaligus juga menghapus anggapa umum pada waktu yang lalu,
bahwa hanya bangsa-bangsa barat saja yang dapat mencapai tingkat pembangunan modern. Pada saat ini Jepang telah menduduki urutan negara nomor dua kaya dipermukaan bumi ini setelah Amerika Serikat, dengan total GDPnya mencapai sekitar 14 % dari total GDP Dunia. Jika dilihat pada sumber alam yang dimiliki, sulit dapat dibayangkan bagaimana Jepang yang tidak kaya sumber alam dapat maju melampaui banyak negara-negara lain yang sumber alamnya melimpah. Sehingga tidak heran kalau Edwin O. Reishauer berprediksi bahwa setelah Amerika meninggalkan Jepang pada tahun 1950, Jepang tidak mungkin akan dapat bangun kembali. Prediksi ini didasarkan pada kenyataan pada waktu itu, sebagai akibat kehancuran setelah PDII
Jepang hampir tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk hidup, kecuali tenaga kerja, batu bara dan air. Pertanyaannya, bagaimana Jepang membangun kembali negaranya dari keruntuhan itu menjadi negara maju? Salah satu kekuatan yang paling tangguh yang dimiliki Jepang adalah budaya yang melahirkan mental
menang. Jepang boleh saja kalah tetapi semangat yang dilandasi pada mental menang ini tidak pernah padam. Kesadaran yang sudah tertanam sejak lama bahwa lawan strategisnya adalah Amerika terbukti dalam PD-II. Karena itu dengan segala kekuatan Jepang selalu bermaksud menandingi Amerika Serikat. Kalau dahulu dalam medan perang dan ekonomi, pada waktu ini (sekurang-kurangnya dalam waktu tertentu) sepenuhnya
dipusatkan dalam bidang ekonomi. Secara institusional, Jepang memiliki birokrasi pemerintahan yang tangguh, sistem pendidikan dasar yang sangat baik dan hubungan antara birokrasi pemerintah dan kalangan bisnis yang sangat rapi, dimana birokrasi pemerintah menjadi pelaksana dan pengendali kebijakan. Semua itu ditopang oleh semangat nasionalisme yang tinggi yang bertujuan untuk kemakmuran tanah airnya. Birokrasi pemerintahan diwujudkan dalam sebuah Kabinet yang beranggotakan dua belas orang Menteri yang didominasi oleh dua kementerian yaitu Kementerian Keuangan (MOF) dan Kemeterian Perdagangan Internasional dan Industri (MITI). MITI sebagai salah satu kementerian yang dominan menetapkan kebijakan dibidang industri dengan pengendalian import, devisa, modal asing dan anti trust. Kementerian – Kemeterian ini merekruit lulusan terbaik dari Universitas – Universitas terbaik di Jepang yang bekerja secara permanen untuk masa seumur
hidup dengan jaminan yang sangat baik. Di samping itu, juga dimanfaatkan kalangan pensiunan tua (senior) yang masih sehat yang disebut sebagai Amakudari yang berarti orang-orang yang berasal dari langit. Mereka itu adalah orang-orang yang sebelumnya terlibat sebagai pembuat kebijakan dalam bidang
yang bersangkutan. Strategi pembangunan diarahkan pada rekonstruksi, yang dimasudkan sebagai pembangunan kembali infrastruktur dan industri dasar. Sebagai modal untuk pembangunan didasarkan pada tabungan dalam negeri yang dimobilisasi melalui tabungan pemerintah dan tabungan swasta. Dalam bidang usaha terdapat dualisme. Disatu sisi terdapat usaha besar yang dilaksanakan oleh industri berat,
disi lain terdapat usaha kecil yang menampung sekitar 70 % tenaga kerja, yang terjalin secara baik diantara keduanya.

2. Singapore.
Singapore pada waktu ini adalah sebuah negara maju di tengah tengah negara dunia ketiga. Proses kemajuannya luar biasa cepat. Dalam waktu yang kurang dari lima puluh tahun, Singapore melompat dari dunia ketiga ke dunia pertama. Dari pendapatan per kapita US $ 427 tahun 1960 menjadi US $ 24, 793 tahun 2004. Tumbuh dengan rata-rata 9,7 % per tahun selama masa itu. Suatu kecepatan pertumbuhan yang tak tertandingkan. Semua itu dicapai dengan pengendalian aktif oleh pemerintah. Pembangunan dilakukan melalui perencanaan yang dikendalikan oleh sebuah lembaga yang disebut Economic Development Board (EDB). Diarahkan pada 5 kelompok bidang industri, yakni: industri petro kimia, elektronik, logistik dan layanan transportasi, informasi, komunikasi dan media serta biomedical sciences. Tujuannya antara lain ditujukan untuk: (1) Menempatkan Singapore pada posisi terdepan dengan melakukan loncatan yang lebih cepat dari negara-negara tetangga dan menjalin hubungan perdagangan dan menarik modal asing disektor industri; dan
(2) Menjadikan Singapore sebagai oasis di tengah-tengah dunia ketiga. Untuk itu, pertama-tama dibangun sebuah industrial estate di Jurong dengan menyediakan tarif murah, buruh murah dan lapangan industri yang indah. Kedua, meningkatkan produktivitas yang tinggi, yakni peningkatan hasil yang tinggi diatas nilai modal dan buruh.
(3) Menata pemerintahan secara bisnis. Ini terlihat antara lain pada anggota Kabinet yang terdiri dari mereka yang ahli dalam bidang bisnis dan ekonomi, kebanyakan lulusan Universitas dari Amerika Serikat.
Pegawai negerinya sangat terpelajar, bermotivasi, pintar, dengan kompensasi yang sangat baik. Tidak ada korupsi dalam birokrasi. Pemerintahan dijalankan dengan sistem parlementer yang terdiri dari 80 orang
anggota. Anggota Parlemen dipilih tiap 5 tahun, dengan kewajiban memilih bagi seluruh warga negara. Parlemen dan pemerintahan sepenuhnya dikuasai oleh Partai Aksi Rakyat (PAP = People Action Party). Dana investasi diperoleh melalui tabungan dalam negeri dan modal asing. Tabungan dalam negeri yang terdiri dari
tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat, terutama yang berasal dari Tabungan Dana Pensiun (the Central Provident Fund–CPF) yang amat besar. Dana tabungan ini terutama dipergunakan untuk membangun infrastrukture dan perumahan untuk masyarakat. Kebijakan moneter dikendalikan oleh otoritas moneter, yakni Bank Sentral yang mengendalikan regulasi perbankan, sekuritas, asuransi dan nilai tukar mata
uang. Nilai tukar mata uang didasarkan pada sejumlah nilai mata uang (basket of currencies), meskipun secara berangsur disandarkan pada nilai mata uang dollar Amerika Serikat, dengan nilai S$3.o6 per US$ 1 pada tahun 1970 menjadi S$1.41 per US $ tahun 1996.

3. Korea Selatan.
Korea Selatan adalah sebuah negara yang sukses melakukan pembangunan dengan bermula melalui jalan perdagangan interasional. Seperti Jepang dan Singapore, Korea Selatan juga sebuah negara yang kurang sumber alamnya, berhasil melaju dari sebuah negara miskin pada tahun 1950 menjadi salah satu negara maju pada thun 1996. Antara tahun 1965 sampai tahun 1996 eksport Korea Selatan tumbuh rata-rata
16 % per tahun. Dengan modal yang terakumulasi melalui perdagangan internasional itu, Korea melakukan investasi dalam sektor pendidikan. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja meningkat sekitar 11 % per tahun antara tahun 1960 sampai tahun 1970. Dengan demikian, eksportnya berkembang dengan cepat.
Beralih dari pengeksport hasil produksi yang bersifat labor-intensive ringan seperti tekstil dan kaos ke hasil industri modern yang skill-intensive seperti elektronik, mobil dan haasil industri teknologi maju lainnya. Pendapatan per kapitanya meningkat dari US $ 100 pada tahun 1963 menjadi lebih dari US $ 10,000
pada akhir tahun 1990-an. Suatu loncatan cepat yang tidak lebih dari satu generasi. Intrupsi terhadap pembangunan Korea Selatan terjadi ketika krisis moneter menimpa sebagian negara-negara Asia. Pada tahun 1997, IMF menyerukan kepada pemerintah Korea untuk menyelamatkan nilai mata uang Won dengan
meniadakan peranan pemerintah dalam bidang moneter dan meniadakan pengawasan birokrasi pemerintah atas kebijakn keuangan. Akibatnya terjadi kekalutan ekonmi yang mengakibatkan pertumbuhan yang negatif dari 6% menjadi -5% tahun 1998. Pengangguran meningkat dari 3,5 % menjadi 9 %. Tetapi karena basis ekonomi dalam negeri yang kuat, Korea dapat segera memulihkan dirinya kembali dalam waktu yang singkat.


BAB V
KESIMPULAN

Setelah masa surut campur tangan pemerintah di Eropah dan Amerika pada
penghujung masa keemasan (masa 25 tahun sesudah PD-II), peran pemerintah
kembali berjaya. Institusi pemerintah merupakan kunci keberhasilan pembangunan dibanyak negara berkembang. Institusi yang baik adalah institusi yang mampu menampung aspirasi rakyat, kemudian memperosesnya menjadi kebijakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mengevaluasi hasil akhirnya. Peran pemerintah dalam pembangunan sangat penting, pertama dalam pengadaan dan pengaturan pemanfaatan barang-barang publik dan proyek proyek pionir. Kedua, sebagai penjamin terselenggarakannya pembangunan sesuai dengan visi dan visi bangsa. Ketiga, untuk menghindarkan terjadinya persaingan yang tidak sehat antara perusahaan yang besar dengan perusahaan kecil dan menengah. Tiap negara mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Maka itu pemerintah harus memanfaartkan kekuatan dan mengatasi kelemahankelemahan yang ada. Munculnya negara-negara di Asia Timur dengan kemajuan yang mengagumkan membuktikan bahwa peran pemerintah yang terpadu dengan
pihak swasta sangat efektif dalam pembangunan.

Kamis, 24 Februari 2011

Langkah-Langkah Cara Membuat Laporan Ilmiah



Penyusunan laporan penelitian (skrips) umumnya terdiri dari berbagai bagian berupa bab-bab dan setiap babnya dibagi dalam sub bab, pembagiannya dilakukan sesuai dengan keperluan dan kebutuhan dalam penjabarannya. Pada umumnya skripsi terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian penutup.

2.1.1 Bagian Awal 
Bagian awal Penulisan Ilmiah terdiri dari: 
1. Halaman Sampul
2. Halaman Judul
3. Halaman Pernyataan Orisinalitas
4. Halaman Pengesahan
5. Kata Pengantar/Ucapan Terima Kasih (jika diperlukan)
6.Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan
Akademis
7. Abstrak (dalam bahasa Indonesia dan Inggris)
8. Daftar Isi
9. Daftar Tabel (jika diperlukan)
10. Daftar Gambar (jika diperlukan)
11. Daftar Rumus (jika diperlukan)
12. Daftar Notasi (jika diperlukan)
13. Daftar Lain (jika diperlukan)
14. Daftar Lampiran (jika diperlukan)

3.1.1.1 Halaman Sampul
Sebagai halaman terdepan yang pertama terbaca dari suatu karya ilmiah, halaman sampul harus dapat memberikan informasi singkat, jelas dan tidak bermakna ganda (ambigu) kepada pembaca tentang karya ilmiah tersebut yang berupa judul, jenis karya ilmiah (skripsi/tesis/disertasi), identitas penulis, institusi, dan tahun pengesahan. 

3.1.1.2 Halaman Judul
Secara umum informasi yang diberikan pada Halaman Judul sama dengan Halaman Sampul, tetapi pada Halaman Judul, dicantumkan informasi tambahan, yaitu untuk tujuan dan dalam rangka apa karya ilmiah itu dibuat.

3.1.1.3 Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman ini berisi pernyataan tertulis dari penulis bahwa tugas akhir yang disusun adalah hasil karyanya sendiri dan ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.

3.1.1.4 Halaman Pengesahan
  Halaman pengesahan berfungsi untuk menjamin keabsahan karya ilmiah atau pernyataan tentang penerimaannya, khususnya skrispi, tesis, dan disertasi, oleh institusi penulis.

3.1.1.5 Kata Pengantar/Ucapan Terima Kasih
  Halaman kata pengantar memuat pengantar singkat atas karya ilmiah. Halaman ucapan terima kasih memuat ucapan terima kasih atau penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir. Sebaiknya, ucapan terima kasih atau penghargaan tersebut juga mencantumkan bantuan yang mereka berikan,misalnya bantuan dalam memperoleh masukan, data, sumber informasi, serta bantuandalam menyelesaikan tugas akhir.

3.1.1.6 Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis 
            Halaman ini berisi pernyataan dari mahasiswa penyusun tugas akhir yang memberikan kewenangan kepada Universitas Indonesia untuk menyimpan, mengalih media/ format-kan, merawat, dan memublikasikan tugas akhirnya untuk kepentingan akademis. Artinya, Unversitas Indonesia berwenang untuk memublikasikan suatu tugas akhir hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan hak cipta tetap pada penulis.

2.1.1.7 Abstrak (dalam bahasa Indonesia dan Inggris) 
Abstrak merupakan ikhtisar suatu tugas akhir yang memuat permasalahan, tujuan, metode penelitian, hasil, dan kesimpulan. Abstrak dibuat untuk memudahkan pembaca mengerti secara cepat isi tugas akhir untuk memutuskan apakah perlu membaca lebih lanjut atau tidak.

2.1.1.8 Daftar Isi
Daftar Isi memuat semua bagian tulisan beserta nomor halaman masing-masing, yang ditulis sama dengan isi yang bersangkutan. 

2.1.1.9 Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lain
Daftar tabel, gambar, dan daftar lain digunakan untuk memuat nama tabel, gambar,dan sebagainya yang ada dalam tugas akhir. Penulisan nama tabel, gambar, dan sebagainya menggunakan huruf kapital di awal kata (titlecase).

2.1.2 Bagian Isi
Bagian isi skripsi umumnya terdiri atas beberapa bab, yaitu:
1. Bab pendahuluan
2. Bab landasan teori
3. Bab-bab dalam bagian isi skripsi
4. Bab kesimpulan

2.1.2.1 Bab Pendahuluan
Pada bab pendahuluan diuraikan alasan atau latar belakang pemilihan judul atau bidang penelitian dan tujuan penelitian serta perumusan persoalan dan sebagainya yang berguna untuk memperjelas ruang lingkup penelitian. Bab ini pada umumnya terdiri atas:

1.Latar belakang
Latar belakang berisi tentang motivator atau pendorong bagi peneliti untuk melakukan penelitian, atau bisa juga berisi pendorong bagi orang lain untuk membaca bagian selanjutnya, atau dengan kata lain harus dapat mengundang minat orang membaca lebih lanjut bagi orang lain. Selain itu, sejauh mana masalah yang diteliti memiliki validitas dan reliabilitas. Apakah masalah masih meragukan sehingga perlu diteliti. Disamping itu perlu juga masalah dibandingkan dengan fakta baik teoretik maupun secara faktual. Adapun materi yang sering dituangkan dalam latar belakang penelitian biasanya berisi tentang: konstelasi atau sinyalemen masalah yang akan diteliti; relevan di masalah dengan aspek dari ilmu tertentu; kesesuaian pendekatan metodologi yang digunakan; serta gambaran kegunaan hasil penelitian. Selain itu, dari pihak penulis bisa juga disebutkan alasan-alasan tertentu dilaksanakannya penelitan ini, misalnya apakah cukup menarik permasalahannya, serta juga, apakah masalah tersebut memungkinkan untuk diteliti.

2. Perumusan masalah
Perumusan masalah berisikan inti persoalan/permasalahan yang akan diteliti, dengan diungkapkannya secara tegas abstraksi permasalahannya. Rinciannya bisa dikenali satu-satu permasalahan inti tersebut dengan cara dipecah ke dalam masalah-masalah yang lebih sempit.

3. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian intinya adalah merumuskan apa-apa yang akan diketahui atau ditemukan dalam penelitian tersebut. Cara sederhana untuk mengetahui materi yang dicantumkan dalam rumusan tujuan penelitian ini adalah dengan mengajukan pertanyaan dan tujuan penelitian kira-kira adalah untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut.

4. Manfaat penelitian
Kegunaan penelitian menggambarkan manfaat dari penelitian ini, baik secara teoretis maupun secara praktis, langsung maupun tidak langsung. Rumusan manfaat penelitian hendaknya mampu memberikan gambaran bahwa hasil penelitian yang akan dicapai itu memiliki kontribusi terhadap perkembangan keilmuan atau kesenian sesuai dengan lingkup bidang ilmu yang dikaji dan/atau memberikan jalan ke luar pemecahan permasalahan kehidupan nyata, baik kehidupan dalam bidang kerja atau masyarakat, yang memerlukan pemikiran bidang ilmu yang dikaji.

5. Ruang lingkup dan batasan masalah
Pada bagian ini ruang lingkup kajian/analisis dituliskan secara jelas agar penelitian lebih terfokus dan tidak melebar ke mana-mana. Ruang lingkup biasanya membicarakan dan membatasi teori apa saja yang digunakan sedangkan pada batasan yang dibicarakan dan dibatasi adalah sumber data dan data.
 
6. Metodologi penelitian
Mengungkapkan secara ringkas proses penelitian dan rancangannya secara menyeluruh, termasuk di dalamnya penetapan populasi, teknik sampling, pengumpulan data, dan juga teknik analisis. Seperti di bagian lalu sudah disebutkan, bahwa metode penelitian bisa disimpan sebagai bagian dari bab I suatu karya penelitian tesis atau skripsi, namun bisa juga disimpan secara khusus pada bab III. Jika yang terakhir ini yang dipilih, maka perancangan metode penelitian bisa lebih rinci. 

7. Sistematika penelitian
Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari penulisan skripsi.

2.1.2.2 Bab Landasan Teori
Pada bab ini berisi karangan-karangan atau buku-buku mengenai bidang penelitian dan teori-teori yang mungkin berlaku pada saat penelitian dan ada hubungannya dengan judul yang akan dibahas. Yaitu berisi tinjauan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Ini mirip dengan penjabaran lebih luas dari kerangka pemikiran peneliti yang didasarkan kepada teori yang sudah baku. Dengan dukungan berbagai teori yang sudah ada dan relevan dengan masalah yang diteliti, peneliti menjelaskannya secara lebih rinci mengenai permasalahan yang diteliti. Dalam bagian ini juga sering dicontohkan kasus- kasus aplikatif dari teori yang ada pada kondisi masalah yang diteliti.

2.1.2.3 Bab-bab Dalam Bagian Isi Penulisan Ilmiah 
Pada bagian ini jumlah bab disesuaikan dengan keperluan. Dalam bab- bab tersebut diuraikan secara rinci pembahasan skripsi. Bagian ini biasanya berisi data hasil penelitian dan pembahasannya. Yaitu menyajikan hasil penelitian lapangan. Sebagai contoh, menganalisis pelaksanaan manajemen pada salah satu perusahaan, salah satu aspek bauran pemasaran (marketing mix). Masalah tingkat kepuasan pelanggan, hal-hal apa saja dari dari barang/jasa yang dianggap penting oleh pelanggan. Kemudian hasil penelitian dianalisis dan dievaluasi, misalnya dengan membandingkan teori yang telah dipelajari selama kuliah dengan kenyataan praktek yang dijumpai di lapangan.

 2.1.2.4 Bab Kesimpulan 
Bab ini memuat kesimpulan dari analisis pekerjaan/kegiatan dalam penyusunan skripsi. Dalam bab ini biasanya ditambahkan saran. 
2.1.3 Bagian Penutup
Pada bagian akhir berisi lampran-lampiran yang dirasa perlu untuk diikutsertakan dalam laporan hasil penelitian, tidak semua yang ada dan diperoleh selama penelitian. Lampiran ini utamanya hal-hal yang menunjang sebagai bukti dan menguatkan uraian dalam materi. Bagian ini terdiri dari:
1. Daftar Referensi
2. Lampiran (jika ada)

2.1.3.1 Daftar Referensi
Daftar Referensi merupakan daftar bacaan yang menjadi sumber, atau referensi atau acuan dan dasar penulisan tugas akhir. Daftar referensi ini dapat berisi buku, artikel jurnal, majalah, atau surat kabar, wawancara, dan sebagainya. Dianjurkan agar 70% daftar referensi yang digunakan merupakan terbitan terbaru (minimal terbitan 2 tahun terakhir)

 2.1.3.2 Lampiran 
Lampiran merupakan data atau pelengkap atau hasil olahan yang menunjang penulisan tugas akhir, tetapi tidak dicantumkan di dalam isi tugas akhir, karena akan mengganggu kesinambungan pembacaan. Lampiran yang perlu disertakan dikelompokkan menurut jenisnya, antara lain jadwal, tabel, daftar pertanyaan, gambar, grafik, desain.
 
2.2 Teknik Penulisan Skripsi
Konsep penulisan laporan akhir dalam kegiatan penelitian selalu diikuti dengan penulisan yang sistematis untuk menunjang penyajian yang runtun, baik dan rapi. Skripsi dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia baku dan jarak antar baris
menggunakan dua spasi. Pada makalah ini dipaparkan teknik penulisan skripsi pada
umumnya.

2.2.1 Sampul
Pada halaman sampul tercantum:
1. Nama lembaga perguruan tinggi
2. Nama fakultas
3. Judul skripsi
4. Nama penulis
5. Pernyataan: “Guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana…..”

2.2.2Penomoran Halaman
- Halaman-halaman pada bagian awal skripsi diberi nomor terpisah dari nomor halaman bagian isi atau bagian utama skripsi. Nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…) untuk membedakan dari nomor halaman bagian isi skripsi. Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.
- Bagian isi, nomor halaman ditulis dengan angka arab 1,2,3,…,6,7,…. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.
- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin
dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.

2.2.3 Penulisan Daftar Pustaka
Daftar pustaka yang merupakan salah satu bentuk penyajian dari sumber yang
digunakan dalam penulisan karya ilmiah, tata cara penulisannya sampai saat ni
memang belum baku namun sebagai pegangan dalam pembuatannya dapat diikuti
cara-cara sebagai berikut:

A. Untuk daftar pustaka yang berasal dari buku
1. Penulisan nama pengarang dengan urutan : nama keluarga/family (kalau ada)
diikuti tanda koma kemudian nama kecil dan diakhiri dengan tanda koma
2. Judul buku dengan diikuti tanda koma, yang ditulis dengan huruf miring atau
dengan garis bawah
3. Tempat penerbitannya dengan diikuti tanda titik dua.
4.Nama penerbit diikuti dengan tanda koma dan tahun penerbitan serta cetakan,
jilid atau seri yang diakhiri tanda titik.
Apabila terdapat pengarang satu dengan yang lainnya sama namun judul bukunya berlainan,maka untuk penulisan nama pengarang berikutnya hanya dengan membubuhkan garis memanjang. Penyusunan daftar pustaka dilakukan menurut alfabet nama pengarang dan telah disusun sesuai aturan penulisan di atas.